Rabu, 31 Maret 2010

Sektor Transportasi Dibidik Kurangi Polusi Udara 30 Persen


Untuk mencapai target pengurangan greenhouse gases atau pengurangan gas rumah kaca sebesar 30 persen pada tahun 2030 mendatang, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI akan mengambil langkah penurunan polusi udara di sektor transportasi.
Salah satu caranya adalah, mendesak pemerintah pusat untuk memberikan harga khusus BBG (bahan bakar gas-red) untuk transportasi publik. Sehingga memungkinkan seluruh jenis transportasi di ibu kota mendukung konversi dari BBM ke BBG.

Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, mengatakan, Pemprov DKI Jakarta mempunyai target menurunkan gas rumah kaca hingga 30 persen pada tahun 2030. Penyebab utama dari gas rumah kaca yang terjadi di seluruh kota di dunia, termasuk Jakarta adalah peralatan rumah tangga di rumah-rumah, gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan serta transportasi. “Transportasi merupakan sektor yang paling banyak menyumbangkan polusi udara. Kemudian beberapa tahun terakhir ini faktor household(peralatan rumah rumah tangga-red) mengalami trend peningkatan,” kata Fauzi Bowo di Balaikota, Senin (21/12).

Hingga saat ini, transportasi di Jakarta belum menggunakan bahan bakar ramah lingkungan seperti bahan bakar gas (BBG) dan penggunaan transportasi publik belum maksimal dilakukan warga Jakarta. Langkah mendesak yang harus dilakukan Pemprov DKI adalah mendapatkan BBG dengan harga terjangkau untuk sektor transportasi. Sebab selama ini, harga BBG transportasi itu disamakan dengan harga sektor industri yang mendapatkan pendapatan cukup tinggi.

“Yang paling mendesak bagi Jakarta adalah bagaimana mendapatkan gas dengan harga terjangkau untuk transportasi. Karena di Jakarta, transportasi termasuk sektor yang cukup banyak menimbulkan polusi udara,” ujarnya. Ukuran perbandingan sumbangan polusi udara antar kedua faktor itu yakni 70 persen dari transportasi dan 30 persen dari household

DKI akan belajar dari kota Bloomberg di New York yang berhasil mengurangi polusi udara dari sektor transportasi hingga 20 persen. Sebab hampir seluruh warga kota itu telah menggunakan transportasi publik daripada menggunakan kendaraan pribadi. “Kita akan belajar dari sana. Mudah-mudahan bisa mengurangi polusi udara dari sektor transportasi,” harapnya.

Gubernur menyebutkan, peningkatan polusi udara dari sektor household dikarenakan penggunaan energi yang tidak terbarukan semakin meningkat bagi kebutuhan rumah tangga. Seperti rumah tinggal, gedung-gedung tinggi, perkantoran dan pusat perbelanjaan menggunakan peralatan rumah tangga yang tidak ramah lingkungan. Misalnya, penggunaan pendingin yang boros, peralatan elektronik boros listrik, penggunaan air yang tidak didaur ulang, serta penggunaan air bawah tanah yang semena-mena. 

Untuk melakukan pengurangan polusi udara dari sektor household ini, harus mendapatkan teknologi dengan harga reasonable. Menurutnya, teknologi sudah ada dengan menggunakan tenaga solar atau matahari, akan tetapi bagaimana menggunakan teknologi dengan harga yang terjangkau bagi negara-negara berkembang, termasuk Jakarta, hingga kini masih dicari penyelesaiannya. Kemungkinan besar, ia akan memperkenalkan penggunaan energi dan pemanfaatan air limbah dengan bentuk cluster. “Ini sedang kita pelajari,” tandasnya.

Upaya penurunan polusi udara sebagai langkah penurunan gas rumah kaca mendapatkan dukungan dari negara-negara maju dan PBB. Terbukti rekomendasi yang diajukan para gubernur dari kota-kota dunia, termasuk Gubernur DKI Jakarta mendapat sambutan positif dan telah disetujui dalam acara Climate Summit for Mayor di Kopenhagen, Denmark, 14-17 Desember 2009. Rekomendasi tersebut meminta agar pemerintah daerah dan kota diberikan kewenangan dalam menjalankan langkah pengurangan gas rumah kaca.

Yang menggembirakan, kata gubernur, appeal kepada para kepala negara dan PBB bahwa pemerintah provinsi dan kota dapat menjalankan langkah pengurangan gas rumah kaca itu disetujui. Sebab perubahan iklim berkaitan erat dengan perubahan perilaku. Padahal pihak yang bisa mengubah perilaku masyarakat adalah pemerintah daerah (Pemda). 

“Tetapi selama ini pemda tidak pernah didengar suaranya. Inilah yang kita minta supaya suara subnational atau pemda didengar,” tandasnya. Khususnya dalam upaya carbon credit, hendaknya jangan hanya diberikan kepada pemerintah pusat, sebab peranan yang paling besar memberikan kontribusi besar dan langsung dalam pembatasan gas rumah kaca sebenarnya adalah pemda. Paling tidak, pemda juga diberikan bagian dalam pelaksanaan carbon credit.  

Reporter: lenny

Sumber : 
beritajakarta.com, dalam :
http://www.jakarta.go.id/v70/index.php/en/tentang-jakarta/perangkat-daerah/176-latest/2802-sektor-transportasi-dibidik-kurangi-polusi-udara-30-persen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar